Survei Terbaru SPP: Gerindra Tempel PDIP, Elektabilitas Prabowo Masih Teratas

Lembaga Suara Politik Publik (SPP) merilis hasil survei terbaru mereka terkait pilihan publik di Pilpres 2024, Minggu (24/7/2022) kemarin.

Tingkat keterpilihan atau elektabilitas Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden 2024 masih paling tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya.

Tingginya elektabilitas Prabowo juga berdampak positif ke kenaikan perolehan suara Partai Gerindra di Pemilihan Umum Legislatif 2024.

Dalam jajak pendapat ini, publik disodorkan 10 tokoh yang kini jadi figur parpol atau figur yang sekadar memiliki kedekatan dengan parpol. Ke-10 tokoh itu adalag Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Sandiaga Uno, Muhaimin Iskandar, dan Erick Tohir.
Sebanyak 28,7 persen responden menyatakan akan memilih ketua umum DPP Partai Gerindra itu jika pemilihan presiden diadakan saat ini.

Urutan kedua ditempati Ganjar Pranowo (20,5 persen), Anies Baswedan (13,9 persen), Ridwan Kamil (5,75 persen), AHY (3,45 persen).

“Kemudian Sandiaga Uno (3,3 persen), Puan Maharani (2,44 persen), Erick Thohir (1,47 persen), Muhaimin Iskandar (1,2 persen), dan Airlangga Hartarto (0.47 persen), yang tidak tahu/tidak jawab/rahasia/belum menentukan (18,82 persen),” ujar Direktur Eksekutif Suara Politik Publik (SPP) Asrudin Azwar dalam keterangannya, Senin (25/7/2022).
Menurutnya, meski Pemilu masih kurang dua tahun lagi, partai-partai politik (Parpol) segera disibukkan mencari figur-figur yang potensial untuk dimajukan sebagai Capres.

“Kasak-kusuk Parpol dalam menggalang dukungan dengan membentuk poros koalisi pun sudah mulai dibuat untuk menghadapi pemilihan umum (Pemilu) dan Pilpres 2024,” katanya.

“Selain PT, parpol-parpol juga menjadikan tingkat ketertarikan publik terhadap figur politik (elektabilitas) sebagai tolok ukur terpenting dalam menentukan Capres-nya. Semakin tinggi nilai elektabilitas yang dimiliki seorang figur politik, semakin tinggi pula kemungkinan ia dipilih oleh publik dalam pemilihan umum.”

Pilihan Parpol

Berdasarkan survei yang mereka rilis, SPP menyimpulkan bahwa Prabowo berpeluang besar menjadi Capres potensial yang mungkin akan diperebutkan oleh sejumlah Parpol.

Kesimpulan ini tentu saja beralasan. Selain karena sudah mengantongi angka mayoritas dari sisi elektabilitas (pilihan public), Prabowo juga sudah pasti dicalonkan oleh partainya sendiri: Gerindra.

Sementara itu, capres-capres lain pilihan publik yang elektabilitas-nya masih di bawah Prabowo belum juga memiliki kepastian dukungan resmi dari Parpol manapun.

“Ganjar, misalnya, sebagai pesaing terberat Prabowo hingga kini belum juga resmi mengantongi dukungan Parpol, bahkan dari partainya sendiri: PDIP. Ia kini dalam posisi yang sangat dilematis. Satu sisi, PDIP terlihat enggan untuk mencalonkan dirinya, sisi lain ia tidak mungkin menerima pinangan dari partai lain (NasDem) kecuali memutuskan untuk menjadi kutu loncat,” katanya.

“Pun demikian dengan Anies. Meski Anies dimasukkan dalam daftar capres potensial pilihan Nasdem, namun hingga kini namanya belum resmi diumumkan.”

Tantangannya, menurut Asrudin, kini adalah tinggal bagaimana Gerindra cerdik dalam melakukan komunikasi politik untuk menjaring dukungan dari parpol lain agar memenuhi kuota 20 persen dan bahkan lebih.

Jika skenario politik ini berhasil dimainkan oleh Gerindra dengan baik, jalan Prabowo menuju kursi kekuasaan pada 2024 mendatang berada di atas angin.
Alarm bagi PDIP

Selain mengukur elektabilitas Capres 2024, SPP juga mencari tahu kekuatan parpol-parpol dari sisi pilihan publik.

Setelah melakukan survei selama 10 hari, SPP menemukan bahwa terdapat efek bola salju yang diterima oleh Gerindra.

Efek bola salju adalah suatu situasi di mana semakin tinggi elektabilitas capres yang diusung, semakin banyak publisitas yang akan didapatkan oleh partainya, dan dengan begitu semakin tinggi pula pilihan publik atas partai tersebut.

Efek ini terlihat saat mengukur tingkat keterpilihan parpol. Hasilnya Gerindra tetap menempati posisi kedua dengan terus membayangi PDIP.

Walau begitu, jika dikomparasikan dengan Pileg 2019, perolehan suara Gerindra grafiknya terbilang meningkat, sementara PDIP stagnan.

Pada Pileg 2019, Gerindra memperoleh suara 12,57 persen , saat ini (meski Pileg belum dilangsungkan) suaranya meningkat menjadi 14.02 persen . Sementara itu, suara PDIP menurun sedikit, dari 19,33 % pada 2019 menjadi 18.25 % pada saat sekarang.

Lalu, pertanyaannya adalah mengapa suara PDIP menjadi stagnan?

Pertama, menurutnya, boleh jadi karena PDIP saat ini belum memiliki Capres dengan magnet politik publik.

Kedua, blunder politik Ketum PDIP Megawati terkait pernyataannya mengenai minyak goreng yang dinilai telah menyakiti hati rakyat kecil.

“Ini adalah alarm politik bagi PDIP. Jika di sisa waktu ini tidak ada perbaikan strategi politik dari PDIP, Gerindra akan terus mendekati suara PDIP dan bukan tidak mungkin jika elektabilitas Prabowo meningkat, Gerindra bisa saja melampaui PDIP dengan mendapatkan suara dari mereka yang belum menentukan pilihan sama sekali.” TRIBUNNEWS

Related Posts

Leave a Reply